-->

Teori Mencar Ilmu Humanistik

TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Pengertian Teori Belajar Humanistik

Teori Belajar Humanistik ini berusaha memahami sikap mencar ilmu dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik yaitu membantu peserta didik untuk menyebarkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai insan yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

=======================================




=======================================

Menurut teori mencar ilmu humanistik, proses mencar ilmu harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusi akan insan itu sendiri. Oleh alasannya yaitu itu, teori mencar ilmu humanistik sifatnya lebih aneh dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses mencar ilmu itu sendiri serta lebih banyak berbiacara perihal konsep-konsep pendidikan untuk membentuk insan yang dicita-citakan, serta perihal proses mencar ilmu dalam bentuk yang paling ideal.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Dalam teori mencar ilmu humanistik proses mencar ilmu harus berhulu dan bermuara pada insan itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara perihal pendidikan dan proses mencar ilmu dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ilham mencar ilmu dalam bentuknya yang paling ideal dari pada mencar ilmu menyerupai apa adanya, menyerupai apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun sanggup dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) sanggup tercapai.

Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam insiden belajar, alasannya yaitu tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan gres ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori mencar ilmu humanistik berpendapat bahwa teori mencar ilmu apapun sanggup dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan insan yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.

Dalam teori mencar ilmu humanistik, mencar ilmu dianggap berhasil jikalau si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha supaya lambat laun ia bisa mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori mencar ilmu ini berusaha memahami sikap mencar ilmu dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.(Uno, 2006: 13)

Selanjutnya Gagne dan Briggs menyampaikan bahwa pendekatan humanistik yaitu pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan pengetahuan yang luas perihal sejarah, sastra, dan pengolahan taktik berpikir produktif Pendekatan sistem bisa sanggup di lakukan sehingga para peserta didik sanggup menentukan suatu rencana pelajaran supaya mereka sanggup mencurahkan waktu mereka bagi majemuk tujuan mencar ilmu atau sejumlah pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan persoalan dan aktifitas-aktifitas kreatif yang mungkin dilakukan.pembatasan mudah dalam pemilihan hal-hal itu mungkin di tentukan oleh keterbatasan bahan-bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan sistem itu sendiri tidak ada yang membatasi keanekaragaman pendidikan ini. (Uno, 2006: 13).

Tujuan utama para pendidik yaitu membantu si peserta didik untuk menyebarkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai insan yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Jadi, teori mencar ilmu humanistik yaitu suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan insan serta peserta didik bisa menyebarkan potensi dirinya.


Teori mencar ilmu humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan aneka macam teori mencar ilmu dengan tujuan untuk memanusiakan insan dan mencapai tujuan yang diinginkan lantaran tidak sanggup disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan kekurangan.


Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik

Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya:

1. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka beropini bahwa mencar ilmu yang sebetulnya tidak sanggup berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh lantaran itu, berdasarkan teori mencar ilmu humanisme bahwa motifasi mencar ilmu harus bersumber pada diri peserta didik.

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) mencar ilmu yang bermakna dan (2) mencar ilmu yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jikalau dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jikalau dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.

Bagaimana proses mencar ilmu sanggup terjadi berdasarkan teori mencar ilmu humanisme?. Orang mencar ilmu lantaran ingin mengetahui dunianya. Individu menentukan sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses mencar ilmu dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri perihal apakah proses belajarnya berhasil.

Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan mencar ilmu peserta didik berdasarkan pandangan teori humanisme yaitu sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu membuat iklim kelas yang aman supaya peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memperlihatkan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan impian mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan aneka macam sumber mencar ilmu kepada peserta didik, dan (5) mendapatkan pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari aneka macam peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72)

2) Kolb
    Pandangan Kolb perihal mencar ilmu dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:

a. Tahap pandangan konkret
Pada tahap ini seseorang bisa atau sanggup mengalami suatu insiden atau suatu insiden sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran perihal hakikat dari insiden tersebut,

b. Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini seseorang semakin usang akan semakin bisa melaksanakan observasi secara aktif terhadap insiden yang dialaminya dan lebih berkembang.

c. Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, menyebarkan suatu teori, konsep, atau aturan dan mekanisme perihal sesuatu yang menjadi objek perhatiannya dan cara berpikirnya memakai induktif.

d. Tahap eksperimentasi aktif
Pada tahap ini seseorang sudah bisa mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya memakai deduktif.

3) Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang mencar ilmu ke dalam empat macam atau golongan, yaitu:

a. Kelompok aktivis
Yaitu mereka yang bahagia melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam aneka macam kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.

b. Kelompok reflector
Yaitu mereka yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam melaksanakan suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.

c. Kelompok teoris
Yaitu mereka yang mempunyai kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berpikir rasional dengan memakai penalarannya.

d. Kelompok pragmatis
Yaitu mereka yang mempunyai sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.

4) Habermas
Menurut Habernas, mencar ilmu gres akan tejadi jikalau ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia membagi tipe mencar ilmu menjadi tiga, yaitu:

a. Belajar teknis (technical learning)
Yaitu mencar ilmu bagaimana seseorang sanggup berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.

b. Belajar mudah (practical learning)
Yaitu mencar ilmu bagaimana seseorang sanggup berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.

c. Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu mencar ilmu yang menekankan upaya supaya seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan sosialnya.

4) Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan lantaran udik tetapi lantaran mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebetulnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku jelek itu sebetulnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melaksanakan sesuatu yang tidak akan memperlihatkan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami sikap peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.

Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs beropini bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau mencar ilmu apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memperlihatkan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang menyerupai dua bulat (besar dan kecil) yang bertitik sentra pada satu.. Lingkaran kecil (1) yaitu citra dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) yaitu persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit kekerabatan dengan diri, makin gampang hal itu terlupakan.

6). Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathmohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), sesudah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
a. Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
b. Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1) Peniruan
2) Penggunaan
3) Ketepatan
4) Perangkaian
5) Naturalisasi
c. Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1) Pengenalan
2) Merespon
3) Penghargaan
4) Pengorganisasian
5) Pengalaman

Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau materi latih yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik menyebarkan diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik yaitu yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran mereka. Pendekatan humanistik mengutamakan peranan peserta didik dan berorientasi pada kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi atau materi latih harus dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik yaitu insan yang mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual. Peserta didik hendaknya sanggup membantu dirinya dalam proses mencar ilmu mengajar. Peserta didik bukan sekedar peserta ilmu yang pasif. (Purwo, 1989: 212)

Beberapa prinsip Teori mencar ilmu Humanistik:
1.    Manusia mempunyai mencar ilmu alami
2.    Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
3.    Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.    Tugas mencar ilmu yang mengancam diri ialah lebih gampang dirasarkan bila bahaya itu kecil
5.    Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6.    Belajar yang bermakna diperolaeh jikalau peserta didik melakukannya
7.    Belajar lancer jikalau peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8.    Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya sanggup memberi hasil yang mendalam
9.    Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10.  Belajar sosial yaitu mencar ilmu mengenai proses belajar.

Roger sebagai jago dari teori mencar ilmu humanisme mengemukakan beberapa prinsip mencar ilmu yang penting yaitu: (1). Manusia itu mempunyai keinginan alamiah untuk belajar, mempunyai rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila materi yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) mencar ilmu sanggup di tingkatkan dengan mengurangi bahaya dari luar, (4) mencar ilmu secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada mencar ilmu secara pasif dan orang mencar ilmu lebih banyak bila mencar ilmu atas pengarahan diri sendiri, (5) mencar ilmu atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam mencar ilmu sanggup ditingkatkan dengan penilaian diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)

Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam pembelajaran


Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik yaitu menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memperlihatkan motivasi, kesadaran mengenai makna mencar ilmu dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman mencar ilmu kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.(Sumanto, 1998: 235)

Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, menyebarkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui yaitu :
1.   Merumuskan tujuan mencar ilmu yang jelas
2.   Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak mencar ilmu yang bersifat terperinci , jujur dan positif.
3.  Mendorong peserta didik untuk menyebarkan kesanggupan peserta didik untuk mencar ilmu atas inisiatif sendiri
4.  Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.  Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, menentukan pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari sikap yang ditunjukkan.
6.  Guru mendapatkan peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.    Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.  Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati, 2005: 182)

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini sempurna untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini yaitu peserta didik merasa bahagia bergairah, berinisiatif dalam mencar ilmu dan terjaadi perubahan teladan pikir, sikap dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diperlukan menjadi insan yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau tabiat yang berlaku.


Implikasi Teori Belajar Humanistik
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik yaitu menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memperlihatkan motivasi, kesadaran mengenai makna mencar ilmu dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman mencar ilmu kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, menyebarkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini yaitu aneka macam cara untuk memberi kemudahan mencar ilmu dan aneka macam kualitas fasilitator, yaitu:
1.  Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.  Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam mencar ilmu yang bermakna tadi.
4.  Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk mencar ilmu yang paling luas dan gampang dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk sanggup dimanfaatkan oleh kelompok.
6.  Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan mendapatkan baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca peserta kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur sanggup berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, menyerupai peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja dipakai atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menunjukan adanya perasaan yang dalam dan berpengaruh selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan mendapatkan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif yaitu :
1.   Merespon perasaan peserta didik
2.   Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.   Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
4.   Menghargai peserta didik
5.   Kesesuaian antara sikap dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
7.  Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
Guru-guru cenderung beropini bahwa pendidikan yaitu pewaris kebudayaan, pertanggungan balasan sosial dan materi pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa persoalan ini tidak sanggup di serahkan begitu saja kepada peserta didik.

Teori mencar ilmu humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah mencar ilmu pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik lantaran sulit diterapkan dalam konteks yang lebih mudah dan dianggap lebih erat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun santunan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya sanggup membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.

Dalam praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.


DAFTAR PUSTAKA 

Dakir, Dasar-dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.

Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.

F., Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.

Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.

Mulyati, Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2005.

Purwo, Bambang Kaswanti. (ed.).PELLBA 2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. 1989.

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.

Sudrajat, Ahkmad. Media Pembelajaran. Artikel. Diakses di http://ahkmadsudrajat. wordpress. com /bahan-ajar/media-pembelajaran.

Sukmadinata, dan Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Suprobo, Novina. Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo. wordpress. com /2008/06/15/teori-belajar-humanistik


Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara,  2006



= Baca Juga =



Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel