-->

Kondisi Daerah Tinggal Dan Pengaruhnya

Cuaca ekstrim yang terjadi ketika ini menciptakan kondisi nelayan di Indonesia memprihatinkan. Hujan deras disertai angin ribut dan gelombang air bahari yang tinggi masih terus melanda di aneka macam wilayah di Indonesia.

Pada kondisi cuaca ibarat ini, sering terjadi kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nelayan di laut. Ketika nelayan tidak sanggup melaut, akan berdampak terhadap kegiatan sosial ekonominya. Kebutuhan materi pokok ibarat beras dan materi pangan lainnya tidak terpenuhi sebab tidak ada pemasukan dari hasil tangkapan ikan di laut.

Selain itu, masyarakat yang tinggal di pesisir pun mengalami kesulitan akhir cuaca yang ekstrim ini. Pasokan sumber pangan, air bersih, sanitasi, atau obat-obatan juga menjadi terhambat sebab tranportasi antarpulau yang tidak memungkinkan. Untuk itu, perlu dipikirkan bagaimana cara semoga nelayan itu sanggup menyambung hidupnya.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
  1. Apa yang akan menimpa nelayan bila terjadi cuaca buruk? Jika terjadi cuaca jelek nelayan tidak sanggup melaut, selain itu juga sering terjadi kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nelayan di lautan.
  2. Apa akhir yang terjadi dari cuaca jelek itu? Ketika nelayan tidak sanggup melaut, akan berdampak terhadap kegiatan sosial ekonominya. Kebutuhan materi pokok ibarat beras dan materi pangan lainnya tidak terpenuhi sebab tidak ada pemasukan dari hasil tangkapan ikan di laut.
  3. Siapa yang terpengaruh ketika nelayan tidak memperoleh ikan? Ketika nelayan tidak memperoleh ikan para pedagang ikan tidak mendapat pasokan ikan sehingga tidak berjualan.
  4. Apakah kau melihat saling ketergantungan dalam hal ini? Jelaskan. Ya nelayan bergantung kepada para penjual ikan dan penjual ikan bergantung pada nelayan.
Cuaca ekstrim yang terjadi ketika ini menciptakan kondisi nelayan di Indonesia memprihatinkan Kondisi Tempat Tinggal dan Pengaruhnya
Ini ialah kisah wacana Giring, Ia seorang anak pria berusia 10 tahun. Ia tinggal di pesisir pulau kecil bersama ayah, ibu, dan adik perempuannya yang berusia 2 tahun. Mereka hidup sederhana di rumah berbilik bambu dan beratap daun kelapa.

Seperti umumnya masyarakat pesisir, ayah Giring menjadi nelayan untuk menghidupi keluarganya. Malam hari, dia berangkat melaut, pulangnya membawa ikan yang jumlahnya tak tentu. Ketika cuaca jelek dan ombak besar, kadang tak hingga sepuluh ikan tersangkut di jaringnya.

Karena belum pulang melaut, hampir tak pernah ayah ada di rumah ketika Giring bersiap untuk berangkat ke sekolah. Oleh karenanya, Giring harus berdiri lebih pagi untuk membantu ibu menyiapkan dagangan kuenya. Untuk menambah uang belanja, ibunya menciptakan kue-kue yang dititipkan di beberapa warung. Sebelum fajar menyingsing, Giring pun harus memulai perjalanannya ke sekolah.

Dingin angin pagi tak dihiraukannya. Satu jam dua puluh menit dia harus berjalan kaki ke sekolah. Memang belum banyak sekolah di pulau tempat tinggalnya, dan belum ada yang akrab dengan kawasan pesisir.

Ayah dan ibunya berpesan, Giring harus sekolah setinggi-tingginya. “Hanya dengan mencar ilmu di sekolah kau kelak sanggup menikmati hidup lebih baik dari sekarang” begitu pesan mereka. Giring menjalankannya dengan bahagia hati. Ia tak peduli dengan seragamnya yang lusuh tergoda usia, tak peduli dengan ujung sepatunya yang menganga dan tak peduli dengan lelah kaki melangkah ke sekolah.

Giring pulang sekolah dan hingga di rumah menjelang sore. Ia masih harus membantu Ibu mengurus Gina, adiknya, ibarat memandikan dan menemaninya bermain sementara ibu menyiapkan makan malam dan campuran camilan bagus untuk esok pagi. Setelah makan malam, gres Giring mencar ilmu dan mengerjakan kiprah sekolahnya. Hanya ditemani sinar temaram dari lampu teplok, Giring gigih melawan kantuk di hadapan buku pelajarannya. Ia meyakinkan diri, hanya dengan tekad mencar ilmu dia sanggup mengubah nasib keluarganya. Ia meyakinkan diri, hanya dengan limpahan ilmu dia sanggup bermanfaat bagi lingkungan.

Giring memang pantas dicontoh. Anak pesisir sederhana yang tak kenal menyerah. Tak hanya orang tuanya yang bangga. Ia pun beruntung tinggal di lingkungan sederhana namun saling peduli. Ketika ayahnya sakit tak sanggup melaut, selalu ada tetangga yang tiba memperlihatkan suplemen lauk.

Ketika ibunya sakit dan tak sanggup menciptakan kue, selalu ada tetangga yang membantu menjaga Gina. Walaupun hidup tak kalah sederhana, mereka anggap Giring tak perlu diganggu di waktu sekolah. Giring harus dibantu untuk maju dalam mewujudkan cita-citanya.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
  1. Bagaimana kondisi tempat tinggal lokasi Giring dalam kisah di atas? Mereka hidup sederhana di rumah berbilik bambu dan beratap daun kelapa.
  2. Apa yang dilakukan Giring semoga tetap sanggup bersekolah? Giring menjalankannya dengan bahagia hati dan tak peduli dengan seragamnya yang lusuh dan sepatunya yang menganga serta tak peduli dengan lelah kaki melangkah ke sekolah.
  3. Mengapa dengan jarak dan kondisi yang jauh dari sekolah, Giring tetap ingin bersekolah? Karena dengan  belajar dia sanggup mengubah nasib keluarganya dan dapat bermanfaat bagi lingkungan.
  4. Apa yang dilakukan warga sekitar kepada Giring? Ketika ibunya sakit selalu ada tetangga yang membantu menjaga Gina. Ketika ayahnya sakit tak sanggup melaut, selalu ada tetangga yang tiba memperlihatkan suplemen lauk. 
  5. Sebagai sesama pelajar, apa yang akan kau lakukan untuknya? Sebagai seorang pelajar saya akan mencontoh dan meneladani kegigihan dan kerja keras Giring.
  6. Mengapa kau melaksanakan hal itu? Jelaskan. Sikap apa yang patut dicontoh dari Giring ? Pendidikan sangat penting untuk bekal masa depan. Sikap yang patut divontoh dari giring ialah tak kenal mengalah dengan keadaan dan menjalani hidup dengan ikhlas.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel